A. Pengetian Ilmu Akhlak
Tersusun atas dua perkataan itu bisa di sorot
pengertiannya dari segi idhafy. Secara idhafy, ilmu akhlak, adalah
segala macam ilmu yang ada kaitannya dengan akhlak”. Dalam pengertian seperti
itu, maka daya jangkauannya menjadi luas sekali, termasuklah kedalamnya antara
lain ilmu jiwa ( psychology ), ilmu logika ( ilmu manthiq ), ilmu
sosiologi, ilmu aestetika ( terminologo ), maka ada pula beberapa devinisi.
Menurut Al-Mas’udi dalam bukunya “Taisirul khallaq
fieilmiah” dirumuskan, bahwa ilmu akhlak:” qaidah-qaiadah yang dipergunakan
untuk mengetahui kebaikan hati dan panca indra “[1]. Sedang Al-Bustamy merumuskan
sebagai:” ilmu mengenai keutamaan dan cara memperolehnya serta mencelupkannya
kedalam pribadi, kenistaan dan acara-cara menghindarinya.[2]
Ahmad Amin mendefinisikan ilmu Akhlaq sebagai
berikut:”ilmu Akhlaq ialah: ilmu yang menjelaskan apa yang sepatutnya diperbuat
sebagian orang kepada lainnya dalam pergaulan, menjelaskan tujuan yang
sepatutnya dituju manusia menunjukan jalan apa yang selayaknya diperbuat”.
B. Hubungan Ilmu Akhlaq dengan Ilmu-ilmu Lainnya
1. Hubungan antara ilmu akhlak dengan
ilmu Tauhid
Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu Tauhid dapai dilhat
dari analis berikut ini diantaranya :
a. Dilihat dari segi obyek
pembahasannya yaitu menguraikan masalah Tuhan baik dari segi zat,sifat dan
perbuatannya, dengan demikian Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia
menjadi ikhlas, dan keihlasan itu merupakan salah satu akhlak mulia.
b. Dilihat dari fungsinya, ilmu Tauhid
menghendaki agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup menghafal rukun
iman yang enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar
orang yang bertauhid itu meniru dan menyontoh terhadap subyek yang terdapat
dalam rukun iman itu. Dengan demikian beriman kepada rukun iman yang enam itu
akan memberi pengaruh terhadap pembentukan akhlak mulia.
Jadi jelas
bahwa ilmu tauhid sangat erat kaitannya dengan pembinaan akhlak yang mulia.
Dengan demikian dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak, bahan-bahannya dapat
digali dari ajaran tauhid dan keimanan tersebut.
2. Hubungan antara ilmu akhlak dengan
ilmu tasawuf
Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah
ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan
serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, zikir, dann lain sebagianya,
yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkatkan diri kepada Allah,
ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya
dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, bahwa
ibadah dalam islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah
dalam Al-qur’an dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah
Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari
yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar ma’ruf nahimunkar,
mengajakan orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik.
Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia. Harun Nasution
lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya
membawa kepada paembinaan akhlak mulia dalam diri mereka.
3. Hubungan antara ilmu akhlak dengan
ilmu jiwa ( ilmu-nafs )
Ilmu jiwa suatu ilmu yang menyelidiki bekas-bekas jiwa
seseorang seperti: pengetahuan, perasaan dan kemauannya, dan dalil bekas dan
akibatnya mengambil faidah dari padanya.
Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti
peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia. Karenanya dia meneliti tentang
suara hati ( dhamir ), Kemauan ( iradah ), daya ingatan, hafalan, dan
pengertian, sangkaan yang ringan, ( waham ) dan kecenderungan-kecenderungan
( awathif )
manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk
berkata dan berbuat. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok
sebelum mengadakan kajian ilmu akhlak. Dikatakan oleh Prof. ahmad Luthfi”,
tanpa dibantu oleh jiwa, orang tidak akan dapat menjabarkan dengan baik tugas
ilmu akhlaq”.
4. Hubungan ilmu Akhlak dengan logika (
ilmu manthiq )
Ilmu manthiq ( logic ) aadalah pengetahuan yang
menggariskan qaidah-qaidah dan umdang-undang berpikir, sehingga terpelihara
manusia dalam berfikir. Jelasnya ilmu manthiq itu untuk membersikan jiwa dan
memperhalusnya supaya dapat berfikir secara baik, mendidik pikiran dan
menjaganya agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat suatu hukum yang didasarkan
kepada pikiran.
Kalau dipandang ilmu manthiq sebagai alat penimbang
mengotrol dan neneriksa sesuatu yang berasal dari pikiran, maka dia kuat sekali
ikatannya dengan ilmu akhlak dari dua segi:
a. Ilmu manthik dan ilmu akhlak,
masing-masing bertugas sebagai penimbang sesuatu. Kalau ilmu akhlak merumuskan
aturan-aturan di mana manusia harus berprilaku sesuai dengan aturan itu, maka
ilmu manthiq merumuskan aturan-aturan dimana manusia harus berpikir sesuai
dengan aturan yang telah dirumuskan itu.
b. Ilmu manthiq dan ilmu akhlak
keduanya membahas dan meneliti manusia dari segi yang bersifat kejiwaan, dengan
catatan, ilmu akhlak menyorot manusia dari segi tingkah lakunya sedang ilmu
manthiq menyorot dari segi hasil pikirannya.[3]
Oleh karena itu ilmu manthiq sebagai kunci untuk
mengerti filsafat, dalam pengertian, orang yang tidak memahami ilmu manthiq
tidak akan bisa memahami filsafat. Ilmu akhlak disebut juga dengan filsafat
akhlak, maka orang tidak akan mengerti filsafat akhlak bila tidak mengerti
manthiq. Dari uraian diatas dapat disimpulakan bahwa terarah dan baik atau
tidak sesuai prilaku sangat tergantung dan dipengaruhi kepada baik tidaknya
dalam berfikir.
5. Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu
aestetika ( ilmu jamal )
Ilmu Aestetika, adalah ilmu pengetahuan yang membahas
tentang manusia dari aspek kelazatan-kelazatan yang ditimbulkan oleh sesuatu
pemandangan yang indah dalam diri manusia.
Kebanyakan ahli ilmu mengatakan, sangat erat hubungan
antara ilmu akhlak dengan ilmu aestetika, tak obahnya laksana hubungan antara
paman dengan keponakannya di mana diatasnya bertemu pada satu nasab atau
keturunan. Hanya saja kalau ilmu akhlak yang menjadi sasarannya dari segi segi
perilaku ( suluk ) maka ilmu aetetika sasarannya dari segi kelezatan yang
obyeknya tetap sama taitu diri manusia.
Allah menyuruh manusia memperhatikan pergantian malam
dengan siang dan sesuatu yang diciptakan Allah, baik yang dilangit dan dibumi.
Hal ini merupakan sebab yang paling kuat pengaruh kedalam jiwa yang membawa manusia
mudah ber-iman kepada Allah. Dengan mengamati
( taammul )
alam semesta yang begitu indah dan kuat serta sedemikian rupa teraturnya
menjadi tanda bagi orang yang taqwa.
Dalam surat Yunus ayat: 6, Allah berfirman:
Artinya: Sesungguhnya
pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di
langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi
orang- orang yang bertakwa.
Dari keterangan-keterangan di atas, maka dapat
disimpulkan, bahwa sangat erat hubungan antara ilmu aestetika dengan ilmu
akhlak. Orang kalau sudah terbiasa dengan keindahan, maka langkah berikutnya
dia akan senag kepada akhlak yang terpuji.
6. Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu
sosiologi ( ilmu ijtima’)
Secara etimologi Sosiologi berasal dari kata “Socius”
yang berarti kawan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi
sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang berkawan atau didalam arti luas,
adalah ilmu pengetahuan yang berobyek hidup bermasyarakat”. Memang banyak
pengertian ( ta’rif ) tentang sosiologi tentang, antara lain yang dikemukakan
oleh P.J. bouman, Samuel Smith dan Ch. A. Ell wood, tekanannya kepada
“masyarakat “, bukan kepada “hidup bermasyarakat”. Kita lebih tepat memakai
pengertian yang memuat “hidup bermasyarakat”, karena masyarakat tidak
mempunyai arti yang tepat. Ada masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan
daripada semua perhubungan didalam hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti
sempit, ialah suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat,
tidak dalam aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai aspek yang bentuknya tidak
tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak mempunyai arti yang tertentu,
misalnya: masyarakat mahasiswa, masyarakat pedagang, masyarakat tani dan
lain-lain.
Dikatakan Ahmad Amin, bahwa pertalian antara
Ilmu Sosiologi dengan Ilmu Akhlak erat sekali. Kalau Ilmu Akhlak yang dikaji
tentang prilaku (suluk) ,artinya perbuatan dan tindakan manusia yang
ditimbulkan oleh kehendak ,dimana tidak bisa terlepas kepada kajian kehidupan
kemasyarakatan yang menjadi kajian Ilmu sosiologi.[4] Hal yang demikian itu
dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk
bermasyarakat. Dimanapun seseorang itu hidup , ia tidak bisa memisahkan dirinya
lingkungan masyarakat dimana dia berada walaupun kadar pengaruh itu
relative sifatnya.
Memang manusia adalah makhluk bersyarikat dan
bermasyarakat,saling membutuhkan diantaranya sesamanya. Hal ini jelas sekali
bila kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat : 13 :
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
7. Hubungan antara akhlak dengan aqidah
dan Iman
Sesungguhnya antara akhlak dengan aqidah dan iman
terdapat hubungan yang sangat kuat sekali ,karena akhlak yang baik itu sebagai
bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai nukti atas lemahnya iman.
Semakin sempurna akhlak seseorang muslim berarti semakin kuat imannya. Akhlak
yang baik adalah bagian dari amal shaleh yang menambah keimanan dan memiliki
bobot yang berat dalam timbangan. Pemiliknya sangat dicintai oleh nabi SAW dan
akhlak yang baik adalah satu penyebab masuk jannahnya seseorang.
Akhlak yang baik dalam muamalah dengan Allah mencakup
3 perkara :
1. Membenarkan berita-berita dari Allah
2. Melaksanakan hukum-hukum-Nya
3. Sabar dan ridha kepada takdirnya.
Hubungan
ilmu Akhlak dengan ilmu pendidikan.
Ilmu pendidikan ilmu yang berbicara mengenai berbagai
aspek yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan pendidikan. Dalam ilmu ini
antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan, materi pelajaran
(kurikulum), guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, bimbingan, proses
belajar-mengajar dan lain sebagainya.
Semua aspek pendidikan tersebut ditujukan pada
tercapainya tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan ini dalam pandangan Islam
banyak berhubungan dengan kualitas manusia yang berakhlak. Ahmad D. Marimba
misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup
seorang Muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi
kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya. Sementara itu Mohd. Athiyah
al-Abrasyi, mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari
pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti
dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak
yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar